Sabtu, 03 Maret 2012

Pesona Danau tersembunyi di Papua



Tak perlu bersusah untuk melupakan kesibukan dan kepenatan kota. Tak perlu memaksa hati untuk mengambil jarak dengan handphone atau melupakan deadline. Seperti ada tenaga magis yang membuat kita lupa akan segala di luar sana. Dengan sendirinya.


Semua itu dapat terjadi di danau Paniai, Tigi, dan Tage yang berada di Kabupaten Diyai dan Paniai, Papua. Tidak seperti danau-danau yang lain, danau-danau ini berada di ketinggian kurang lebih 1.700 meter dari permukaan air laut. Begitulah ketiga danau ini berada di dataran tinggi Papua, di antara penduduk asli Papua yang kebanyakan dihuni oleh suku Mee. Airnya jernih, hawa sejuk bahkan pada malam hari bisa mencapai 5 C, pemandangan sekitarnya bukit-bukit indah, lereng-lereng terjal, atau gua-gua kecil. Masyarakat asli yang ramah dan hidup dengan kebudayaannya akan menarik rasa ingin tahu yang dalam.

Ketiga danau ini kurang lebih memberikan kesan yang sama: eksotis, natural. Belum terlihat pembangunan yang memberikan kesan modern. Danau Paniai berada di kota tua Enarotali, Paniai. Danau Tage berada di samping danau Paniai, kurang lebih tiga puluh menit naik perahu dari danau Paniai lalu berjalan menyusuri desa Eupoto. Sementara, danau Tigi berada di Kabupaten Diyai, 45 menit dengan kendaraan dari danau Paniai.

Danau Paniailah yang terluas dari ketiga danau ini. Di daerah ini sudah ada listrik dan sinyal operator HP. Namun jangan heran listrik setiap beberapa jam sekali dimatikan. Sinyal HP kerap hilang apalagi tingkat curah hujan di tempat ini sangat tinggi. Sementara itu di Waghete, kabupaten Diyai, tempat danau Tigi berada sinyal HP belum ada, listrik pun belum ada. Kebanyakan dari penduduknya menggunakan listrik tenaga matahari (solarcell).

Menikmati Danau Paniai dapat ditempuh dengan berjalan-jalan disekitar danau. Udara sejuk akan langsung menyapa kulit. Enarotali sebagai kota tua zaman Belanda sudah lama didatangi para pendatang dari Jawa, Toraja, dll. Mereka umumnya berdagang di pasar tua sekitar danau. Pemandangan kota tua Enarotali dengan rumah-rumah asli Papua di beberapa tempat dapat terlihat (bukan Honai). Di Waghete, Diyai mayoritas penduduknya adalah penduduk asli sehingga kesan asli Papua lebih terasa. Semuanya terkesan indah, natural, tenang.

Tak lengkap bila menikmati danau Paniai tanpa menaiki bukit kecil di pinggir danau. Penduduk sekitar menamainya gunung Bobaigo (kadang disebut Bobairo). Dari atas bukit ini spontan kita akan menikmati pemandangan danau dan bukit-bukit yang terhampar di hadapan. Udara segar, hawa dingin yang menusuk kulit akan langsung membuat kita nyaman merasakannya.
Sama seperti kedua danau lain, kita dapat berkeliling danau dengan menyewa kapal. Mereka menyebutnya jhonson. Bukan hanya pemandangan danau yang kita temui, tetapi nuansa eksotis natural dari mama-mama yang sibuk memancing atau menjaring ikan terasa tak rela ditinggalkan tanpa mengabadikannya dalam memori kamera. Di atas perahu sampan mereka memancing atau menjaring.

Karena hawa dingin dan matahari yang panas, umumnya mereka akan menggunakan baju lengan panjang dan menutupi kepalanya. Dengan ramah mereka akan tersenyum dan menyapa dengan bahasa Mee atau dengan salam khusus yang sering mereka ucapkan. “Koyao”, kata mereka ramah menyapa. Ketiga danau ini menyimpan ikan-ikan yang lezat. Danau Paniai terkenal dengan udang besarnya yang renyah. Bila tak sempat atau tak mampu mencari sendiri, udang dan ikan tersedia di pasar Enarotali. Demikian juga di pasar dekat danau Tigi. Pesona alam Papua memang tiada habisnya. Teramat sayang bila alam itu dirusak oleh manusia. (hhs, 0212)

Danau Tigi

Mama-mama menjual hasil kebun di pinggiran danau Paniai

Dikutip dari : palingindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar